Sunday 8 May 2016

PUISI SEDIH “CINTA NAN LARA”
Indah dan mekar mempesona,
Di saat mataku melihat awangan dunia,
Melayang ringan bak hembusan bayu pagi,
Tercipta lakaran indah bersamamu sayap cinta.
Ya benar,
Sungguh indah detik itu,
Beginikah rasanya cinta,
Bila dimabuk cinta,
Hati berbunga asmara,
Mekar indah dalam jiwa,
Namun segalanya hanyalah sementara,
Mengundang seribu satu luka nan lara,
Diriku kembali dirundum panahan memori silam,
Yang tidak pernah sirna,
Dalam kamus hidupku.
Tahukah dirimu sang pencintaku,
Kini,
Ku sendiri sapu serpihan luka hatiku,
Tuk menghapus sejarah fana angkara cintamu,
Yang masih bersisa merobek perih jiwaku,
Kubangkit mencari semangat baru,
Kuyakini kehilangan pasti akan tumbuh kembali,
Perjuangan hidup harus diteruskan,
Mengalah meratapi nasib,
Bukan prinsip hidupku,
Yang pergi tetap pergi,
Yang baru pasti kan menanti.
Tahukah dirimu sang pencuri hatiku,
Benih-benih cintamu seringkali,
Menari keriangan tanpa menghiraukan,
Luluh rentum jiwaku,
Benakku dirundum kisah lalu,
Yang tidak mungkin melakar kembali,
Kau lebih memilih untuk menjauh,
Dari berada di sampingku,
Tergamaknya dirimu buatku lara begini,
Apakah alasanmu wahai belahan jiwaku?
Kini,
Diriku dihantui seribu satu persoalan,
Yang barangkali tiada kesudahan,
Ku kan tetap menanti jawapanmu,
Walau hanya sepatah kata terungkap,
Dari bibirmu.
Di manakah dirimu?
Sungguh perih akan penantian ini,
Disaksikan nur bulan dan bintang,
Ku meratapi nasib diri,
Tangisan malamku tiada siapa yang tahu,
Kurindukan dirimu yang dulu,
Yang sentiasa ada dikala aku kesunyian,

Setelah sekian lama menunggu jawapanmu,
Kini
 Segalanya telah terlerai sudah,
Kuterima lembaran surat dari temanmu,
Yang merungkaikan 1001 persoalan di benakku
Dirimu telah mempunyai pasangan hidup,
Angkara pilihan keluargamu
Yang terikat pada perjanjian dulu,
Aku tersentak tanpa sepatah kata,
Seakan dunia gelap timbunan kabut malam,
Aku duduk terdiam di tengah kesunyian,
Biarkanlah,
Andai itu takdirnya
Kan ku akur jua,
Cuma kuingin kau tahu wahai sayangku,
Saatku menghayati lembaran itu
Jiwaku hancur berkecai
Mataku berkaca seribu,
Kakiku longlai tanpa gagahan tenaga
Senyum tawamu bermain di kotak mindaku,
Kini kusedari diriku dibaluti kesepian,
Tanpa dirimu menemani hari-hariku di sisi,
Kuharapkan sang Berkuasa,
Anugerahkan kekuatan raksasa,
Untuk kubangkit menerima kepahitan ini,
Dengan penuh redha dan pasrah,
Kan kuteruskan langkah ini,
Demi menggapai sinar bahagia,
Di sebalik paksi duka ini,
Kuyakin ada penggantinya,
Terima kasih buat hati ini ceria,
Walau untuk seketika,
Merasakan indahnya cinta,

Dan perihnya luka.

No comments:

Post a Comment