PUISI SEDIH “CINTA NAN LARA”
Indah dan mekar mempesona,
Di saat mataku melihat
awangan dunia,
Melayang ringan bak
hembusan bayu pagi,
Tercipta lakaran indah bersamamu
sayap cinta.
Ya benar,
Sungguh indah detik itu,
Beginikah rasanya cinta,
Bila dimabuk cinta,
Hati berbunga asmara,
Mekar indah dalam jiwa,
Namun segalanya hanyalah
sementara,
Mengundang seribu satu luka
nan lara,
Diriku kembali dirundum
panahan memori silam,
Yang tidak pernah sirna,
Dalam kamus hidupku.
Tahukah dirimu sang
pencintaku,
Kini,
Ku sendiri sapu serpihan luka
hatiku,
Tuk menghapus sejarah fana
angkara cintamu,
Yang masih bersisa merobek perih
jiwaku,
Kubangkit mencari semangat
baru,
Kuyakini kehilangan pasti
akan tumbuh kembali,
Perjuangan hidup harus
diteruskan,
Mengalah meratapi nasib,
Bukan prinsip hidupku,
Yang pergi tetap pergi,
Yang baru pasti kan
menanti.
Tahukah dirimu sang pencuri
hatiku,
Benih-benih cintamu
seringkali,
Menari keriangan tanpa
menghiraukan,
Luluh rentum jiwaku,
Benakku dirundum kisah lalu,
Yang tidak mungkin melakar
kembali,
Kau lebih memilih untuk
menjauh,
Dari berada di sampingku,
Tergamaknya dirimu buatku
lara begini,
Apakah alasanmu wahai
belahan jiwaku?
Kini,
Diriku dihantui seribu satu
persoalan,
Yang barangkali tiada
kesudahan,
Ku kan tetap menanti
jawapanmu,
Walau hanya sepatah kata terungkap,
Dari bibirmu.
Di manakah dirimu?
Sungguh perih akan
penantian ini,
Disaksikan nur bulan dan
bintang,
Ku meratapi nasib diri,
Tangisan malamku tiada
siapa yang tahu,
Kurindukan dirimu yang
dulu,
Yang sentiasa ada dikala aku
kesunyian,
Setelah sekian lama
menunggu jawapanmu,
Kini
Segalanya telah terlerai sudah,
Kuterima lembaran surat
dari temanmu,
Yang merungkaikan 1001
persoalan di benakku
Dirimu telah mempunyai
pasangan hidup,
Angkara pilihan keluargamu
Yang terikat pada
perjanjian dulu,
Aku tersentak tanpa sepatah
kata,
Seakan dunia gelap timbunan
kabut malam,
Aku duduk terdiam di tengah
kesunyian,
Biarkanlah,
Andai itu takdirnya
Kan ku akur jua,
Cuma kuingin kau tahu wahai
sayangku,
Saatku menghayati lembaran
itu
Jiwaku hancur berkecai
Mataku berkaca seribu,
Kakiku longlai tanpa
gagahan tenaga
Senyum tawamu bermain di
kotak mindaku,
Kini kusedari diriku
dibaluti kesepian,
Tanpa dirimu menemani hari-hariku
di sisi,
Kuharapkan sang Berkuasa,
Anugerahkan kekuatan
raksasa,
Untuk kubangkit menerima
kepahitan ini,
Dengan penuh redha dan
pasrah,
Kan kuteruskan langkah ini,
Demi menggapai sinar
bahagia,
Di sebalik paksi duka ini,
Kuyakin ada penggantinya,
Terima kasih buat hati ini
ceria,
Walau untuk seketika,
Merasakan indahnya cinta,
Dan perihnya luka.
No comments:
Post a Comment